Mia Wastuti[1]
[1] Penulis adalah Alumni Master Perencana Kawasan dan Daerah MPKD UGM dan Institut for Housing Studies Rotterdam Universiteit Belanda.
Alexander mendefinisikan pembangunan (development) sebagai proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya. Lebih jauh Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Sementara dalam perspektif Hak Asasi Manusia, pembangunan adalah salah satu cara memenuhi hak asasi manusia, dalam hal bernegara pembangunan adalah upaya pemerintah memenuhi hak masyarakat. Negara kita memiliki tujuan sebagaimana disebutkan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Perencanaan
Proses pembangunan tentu tidak tiba-tiba. Semua harus direncanakan. Pemerintah pada setiap tingkatan, bahkan sampai lembaga-lembaga pelaksana teknis, menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Rencana Kerja Tahunan. Semua program harus memiliki benang merah ke dokumen perancanaan.
Perencanaan sebagaimana disampaikan pada https://www.vedantu.com/commerce/planning adalah setting an objective for a given time period, developing various strategies or methods to attain them, and then selecting the best possible alternatives from the various methods available. Menetapkan tujuan pada waktu yang ditentukan, membangun berbagai strategi atau metode utnuk mencapainya, dan memilih alternatif terbaik dari berbagai metode yang tersedia.
Perencanaan memiliki karakter berkontribusi untuk pencapaian tujuan, perencanaan meresap secara universal pada keseluruhan tingkat lembaga maupun individu, perencanaan selalu berkelanjutan, perencanaan memelukan pengambilan keputusan, dan perencanaan memerlukan pengalaman mental.
Perencanaan memiliki keterbatasan berupa kebutuhan untuk membuat rencana detail seringkali membawa dampak sulit merubahnya, rencana kadang tidak bisa dilaksanakan pada lignkungan yang dinamis, rencana kadang mengurangi kesempatan berkreativitas, perencanaan kadang memerlukan biaya tinggi, sebagian data yang diperlukan dalam menyusun rencana kadang tidak ada sehingga perencana kadang menggunakan asumsi dan ini berdampak pada perencanaan tidak menjamin keberhasilan.
Rencana dibuat untuk dan harus memiliki tujuan tertentu. Maksudnya, ketika kita menemukenali masalah, kita Menyusun alternatif solusi. Masalah sebagaimana didefiniskan Sugiyono (2009:52) adalah penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksana. Ketika das sein dengan das sollen ada jarak, solusi disusun untuk menjembataninya, Bisa juga didefiniskan sebagai gap antara harapan dan kenyataan.
Proses penyusunan rencana dimulai dengan menetapkan tujuan. Di titik inilah perencana harus memiliki ketajaman kritis dan sensitive untuk menemukenali masalah yang dihadapi. Karena menemukan masalah adalah bagian terpenting dalam menyelesaikannya.
Dalam menyusun rencana yang baik, harus dilengkapi data yang mumpuni, Dalam hal data tidak mencukupi, perencana menggunakan berbagai alternatif misalnya denngan membangun premis-premis berdasarkan aturan, rencana yang sudah ada, atau fakta-gata serupa.
Setelah itu dilanjutkan dengan menyusun berbagai alternatif dalam upaya mencapai tujuan yang dievaluasi berbasarkan berbagai hal, baik dari sisi sumber daya maupun sumber dana. Pemilihan rencana ditetapkan dengan berbagai pertimbangan yang paling sesuai situasi dan kondisi masyarakat maupun lembaga pelaksananya. Hal ini menjadi pertimbangan penting karena rencana harus dilaksanakan.
Setelah pelaksanaan, bukan berarti rencana selesai, tapi harus ditindaklanjuti dengan evaluasi dan pemeliharaan dan/atau pengembangan. Jangan sampai dilupakan bahwa proses ini harus melibatkan seluruh pihak yang menjadi pemangku kepentingan, pemerintah, masyarakat, akademisi, dan pengusaha.
Kondisi Kota Tasikmalaya
Kemiskinan, sampai saat ini masih menjadi masalah bagi masyarakat dan pemerintah Kota Tasikmalaya. Bagaimana tidak, data BPS menggambarkan bahwa per Maret 2021, garis kemiskinan Kota Tasikmalaya 13,13% diikuti Kabupaten Kuningan (13,1%) dan Indramayu dengan angka kemiskinan 13,04%.
Pandemi covid memperburuk situasi ini secara global. Artinya penurunan tingkat kesejahteraan terjadi di semua tempat dan keseluruhan lapisan masyarakat. Pemerintah sudah selayaknya menyusun rencana memperbaiki kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.
Kondisi dan kesadaran akan masalah ini memerlukan aksi pemerintah dan masyarakat. pemerintah diharapkan menyusun rencana dan menetapkan program yang mampu menjembatani masalah kesejahteraan sosial yang makin menurun ini.
Masalah sosial memang relatif sulit dan lebih komplikatif untuk diselesaikan. Dalam hal ini, rekayasa sosial dilakukan melalui rekayasa infrastruktur. Misalnya, di satu daerah tingkat pendidikan masyarakatnya rendah. Setelah dilakukan pengumpulan data dan dianalisa, ternyata daerah tersebut memiliki warga usia sekolah tinggi sementara tidak ada sarana pendidikan. Untuk itu, pemerintah membangun sekolah dan ruang-ruang kelas di daerah tersebut.
Tidak semua masalah dapat diselesaikan sesederhana itu. Realitas sosial yang ko,pleks dan dinamis memerlukan penyikapan segera dan tuntas. Meskipun program yang sudah direncakanan hasilnya tidak dapat diukur secara instan, tapia da beberapa pencapaian yang bisa dijadikan milestone sebagai ukuran keberhasilan antara.
Kesejahteraan masyarakat diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia dengan 3 hal, pendidikan, kesehatan, dan daya beli, Maka pencapaian peningkatan salah satu indikator akan merujuk pada tujuan yang sama: peningkatan kesahteraan.
Sudah sampai mana kita?
Di September ini, bulan menjelang masa kepemimpinan Kepala Daerah Kota Tasikmalaya berakhir, sudah sampai mana kita? Salah satu janji kampanye: menurunkan persentase penduduk miskin.
Pada tahun 2017 persentase penduduk miskin Kota Tasikmalyaa 14,8% sempat turun sampai 11,6% pada 2019 dan kembali naik pada tahun-tahun berikutnya. Indikator ini menjadikan kita berpikir pencapaian dan program apa yang harus kita lakukan untuk mencapai tujuan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Tasikmalaya.
Menurunkan jumlah penduduk miskin tentu tidak mudah. Pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan harus menyusun rencana dan program kerja yang secara terukur dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program ini tentu sejalan dengan pemenuhan hak masyarakat sebagaimana ditetapkan para founding fathers kita. Pelaksanaan program harus dikawal agar tidak melenceng dari pencapaian tujuan.
Berbagai dinamika yang terjadi dapat mengubah rencana program/kerja tapi tetap dengan tujuan yang sama. Karena itulah rencana memerlukan kelenturan, termasuk ketika menghadapi covid yang meluluhlantakkan perekonomian masyarakat.
Sudah sampai mana kita? Jangan sampai jumlah masyarakat miskin meningkat tapi yang dilakukan adalah perluasan trotoar di Jalan HZ Mustofa.