Menulis “buku sejarah” artinya menulis masa lalu. Dan “masa lalu” adalah sebuah ingatan. Sementara itu, ingatan tak pernah solid dan stabil. Ingatan mudah tertiup angin. Itu sebabnya, dalam “buku-buku sejarah” kita sering menemukan data yang kontradiktif atau tak rasional, sejarah apa pun itu, tak terkecuali “sejarah Nabi” yang berujung pada kesakralan agama.
Membaca buku sejarah adalah membaca masa lalu. Maka masa lalu menjadi masa kini dengan sebuah adaptor. Dan kita tak hidup dengan ingatan yang percis dengan masa lalu, bukan? Selalu ada “ruang lupa” yang jadi khas manusia.
Menulis sejarah tentu ingin seobjektif mungkin, tetapi setidaknya ada dua hal yang sering membuat buku sejarah tak bisa mewakili pengalaman yang hidup.
Pertama, dorongan naratif. Sejarah perlu alur, bahkan mungkin perlu ketegangan. Kesuksesan membangun naratif dari kepingan pengalaman, adalah prestasi. Sebaliknya, buku sejarah yang kering dari alur, maka akan gagal “terasa” sebagai sejarah. Artinya, buku sejarah yang sukses, menurutku mirip sebuah novel.
Kedua, kehendak “rasionalitas”. Suatu kejadian didorong untuk bisa masuk logika. Sementara “logika” sebenarnya tak lebih dari bentukan pikiran manusia: sebab dan akibat. Dan sebuah “fakta” mempunyai contingent, serba mungkin alasan yang membentuk kejadian. Sejarah pun menjadi sebuah tafsir atas kejadian, dan “tafsir tak lain adalah opini”.
Dari dua alasan ini, saya selalu pukau terhadap sejarah yang ditulis dalam sastra. Karena sastra punya karakter “mencipta”, berbeda dengan sejarah yang melulu “mengingat”. Ada kata-kata Mark Twain yang terkenal, “When we remember we are all mad, the mysteries disappear and life stands explained.” Sastra adalah yang bersedia menjelaskan. Karena sastra bersedia menjelajahi yang tak masuk akal, seperti sering kita dapati dalam buku-buku sejarah.
Dua buku sastra sederhana ini adalah usaha si Bedus dalam menulis masa lalu. Semoga dapat diterima. 🙏
Masuk cetakan ke-3. Syahadah Musthafa edisi gold dengan kertas Quran Premium Paper. Cahaya Muhsin pun, dalam satu bulan ini, masuk cetakan ke-3. Alhamdulillah.
Diambil dari status FB Fauz Noor 16 Nov 2020